Kurikulum di Indonesia

A. Kurikulum Sekolah
1. Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum yang dikemukakan oleh Zais dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:264) berasal dari satu kata bahasa Latin yang berarti “jalur pacu”, dan secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti itu (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang. Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan yang juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa.
Kurikulum menurut Soetopo dan Soemanto (1986) memiliki lima definisi yaitu:
a. Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
b. Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh para guru dalam melaksanakan pelajaran untuk murid-muridnya.
c. Kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang penting dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakanoleh guru di sekolah.
d. Kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat-alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dah digunakan dalam pendidikan.
e. Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Adapun definisi kurikulum versi Indonesia sebagai mana yang tertuang dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 pada BAB I Pasal 1, pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

2. Fungsi Kurikulum
Hendyat Soetopo dan Soeamanto (1986) membagi fungsi kurikulum menjadi 7 bagian yaitu:
a. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Maksudnya bahwa kurikulum merupakan suatu alat atau usaha untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah yang dianggap cukup tepat dan penting untuk dicapai.
b. Fungsi kurikulum bagi anak. Maksudnya kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yang disiapkan untuk siswa sebagai salah satu konsumsi bagi pendidikan mereka.
c. Fungsi kurikulum bagi guru. Ada tiga macam, yaitu : a). Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalam belajar bagi anak didik. b). Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan. c). Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran.
d. Fungsi kurikulum bagi sekolah dan pembina sekolah. Dalam arti: a) sebagai pedoman dalam mengadakan fungsu supervisi yaitu memperbaiki situasi belajar, b) sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar anak ke arah yang lebih baik, c) sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki situasi mengajar, d) sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut, dan e) sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi belajar mengajar.
e. Fungsi kurikulum bagi orang tua murid. Maksudnya orang tua dapat turut serta membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya.
f. Fungsi kurikulum bagi sekolah pada tingkatan di atasnya. Ada dua jenis berkaitan dengan fungsi ini yaitu pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga guru.
g. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah. Sekurang-kurangnya ada dua hal yang bisa dilakukan dalam fungsi ini yaitu pemakai lulusan ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak orang tua / masyarakat.
B. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
a. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
c. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Dan selanjutnya pada tahun 2004 dan tahun 2006, kurikulum pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yaitu menjadi kurikulum yang disebut dengan “Kurikulum Berbasis Kompetensi” (KBK) dan “Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan” (KTSP), yang akan menjadi bahan bahasan utama dalam resume ini.

C. Konsep Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi
1. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
2. Latar Belakang Penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada prinsipnya, ada tiga aspek yang mendasari lahirnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu: landasan yuridis, landasan empiris, dan landasan teoretis.
a. Landasan Yuridis
Penyempurnaan KBK dilandasi oleh kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1) UUD 1945
2) Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN
3) Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4) Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
5) Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
b. Landasan Empiris
Ada beberapa fakta yang perlu diresapi bersama yang mendasari lahirnya KBK, yaitu:
· Laporan beberapa lembaga internasional yang berkaitan dengan tingkat daya saing sumber daya manusia Indonesia dengan negara-negara lain menunjukkan fakta yang kurang menggembirakan. Seperti yang terungkap dalam catatan Human Development Report tahun 2000 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia berada diurutan 105 dari 108 negara. Indonesia berada jauh di bawah Filipina (77), Thailand (76), Malaysia (61), Brunei Darussalam (32), Korea Selatan (30), dan Singapura (24). Organisasi internasional lainnya juga menguatkan hal itu. International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca anak-anak SD di Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Sementara itu, Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika anak-anak SMP di Indonesia berada di urutan 34 dari 38 negara, sedangkan IPA berada di urutan 32 dari 38 negara.
· Perkembangan kehidupan di Indonesia ditandai dengan berbagai ketimpangan, seperti: moral, akhlak, jati diri bangsa, sosial, dan politik serta ekonomi.
· Semakin terbatasnya sumber alam dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak pada tingkat lokal, nasional, dan persaingan pada tingkat global.
Enam masalah utama dunia pendidikan di Indonesia, yaitu:
1) Menurunnya akhlak dan moral peserta didik
2) Kurang meratanya kesempatan belajar
3) Rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan di Indonesia
4) Status kelembagaan pendidikan di Indonesia belum bersistem
5) Manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional
6) Belum profesionalnya sumber daya manusia yang bergerak dalam dunia pendidikan di Indonesia.
c. Landasan Teoretis
Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataanya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam subtansi materinya. Dampaknya, sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat perlu untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja.

3. Ciri dan Karakteristik Utama Kurikulum Berbasis Kompetensi
a. Ciri Utama Kurikulum Berbasis Kompetensi
KBK berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapakan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhan.
KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
· Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik segara individual maupun klasikal.
· Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
· Penyampaian pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
· Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
· Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
b. Karakteristik Utama Kurikulum Berbasis Kompetensi
Berikut karakteristik utama KBK, yaitu:
· Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
· Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
· Berpusat pada siswa.
· Orientasi pada proses dan hasil.
· Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
· Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
· Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
· Belajar sepanjang hayat;
Belajar mengetahui (learning how to know),
Belajar melakukan (learning how to do),
Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

4. Prinsip-prinsip pengembangan KBK
Sesuai dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, maka dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip: (1) keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur; (2) penguatan integritas nasional; (3) keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika; (4) kesamaan memperoleh kesempatan; (5) abad pengetahuan dan teknologi informasi; (6) pengembangan keterampilan hidup; (7) belajar sepanjgan hayat; (8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif; dan (9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan (Depdikbud, 2002).

5. Keunggulan KBK
Pengembangan KBK mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan model-model lainnya.
a. Pendekatan ini bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing.
b. Kurikulum berbasis kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.
c. Ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.

5 Replies to “Kurikulum di Indonesia”

Tinggalkan Balasan ke ira hidayat Batalkan balasan